Mafia Berkeley Sebagai Kuda Troya Amerika


Featured-CFR-Pratt-House-Foreign-Affairs-Logo-700x329

oleh David Ransom

Para ahli dan sarjana lulusan Universitas California, yang kelak dikenal sebagai Mafia Berkeley itu, berfungsi sebagai kelompok yang duduk di dewan penguasa (Orde Baru Soeharto). Orang-orang inilah (yang sadar atau tanpa sadar menjadi Kuda Troya bagi kepentingan ekonomi dan politik Amerika) yang kemudian membentuk politik nasional baru Indonesia di masa rezim Orde Baru Soeharto.

Pertanyaannya adalah: mengapa hal yang demikian bisa terjadi? Untuk memahani masalah ini secara baik, kita harus menoleh ke jaman kekuasaan Soekarno kala itu dan apa yang berlangsung di dalamnya –tetapi tidak tampak dari luar. Di balik kekuasaan Soekarno yang menonjol kala itu, di dalamnya sesungguhnya berlangsung suatu perang intrik intelektual internasional, suatu rencana perebutan kekuasaan terselubung, yang bahkan barangkali melampaui khayalan Cecil Rhodes, bersembunyi di balik-balik proyek kemanusiaan dan universitas. Mereka ini terdiri dari para jenderal, mahasiswa, dosen, dekan, dan tentu saja, politisi.

Begitu Jepang keok dalam perang dunia kedua, terjadilah gerakan-gerakan revolusioner di Asia, dari India di Barat hingga Korea di Timur, serta dari Cina di Utara sampai Filipina di Selatan. Gerakan-gerakan tersebut merupakan ancaman bagi rencana Amerika untuk membentuk Pan-Pasifik. Indonesia, meskipun sebelumnya dengan gigih berperang melawan Belanda, tetapi kemerdekaannya tidak diperoleh melalui perjuangan besar seluruh rakyat, melainkan melalui kesepakatan para pemimpinnya.

Saat itu, para pemimpin yang dekat dengan Barat “mengatur” kemerdekaan Indonesia di gedung-gedung mewah di Washington dan New York. Di antara orang-orang Indonesia yang menjalankan manuver-manuver diplomatik pada saat itu adalah: [1] Sudjatmoko yang akrab dipanggil Koko, dan [2] Soemitro Djojohadikusumo, seorang doktor ekonomi dan diplomat (kesayangan Amerika).

Dua orang tersebut adalah anggota Partai Sosialis Indonesia (PSI), sebuah partai kecil yang berorientasi ke Barat (Amerika), di antara sekian banyak partai di Indonesia. Di New York, dua orang ini namanya dibesarkan oleh suatu elit yang berhubungan erat dengan yang biasa dikenal sebagai “Vietnam Lobby”, yang tidak lama kemudian menempatkan Ngo Dinh Diem sebagai kepala negara Vietnam yang sesuai dengan selera politik Amerika. Golongan elit itu, yang di dalamnya juga termasuk Norman Thomas, terdiri dari anggota-anggota komite kemerdekaan untuk Vietnam dan Liga India. Mereka adalah pelopor kaum SOSKA (Sosialis Kanan).

“Kita harus berusaha, agar usaha-usaha dan kegiatan Amerika untuk membentuk pemerintahan non-komunis di Asia setelah perang dunia kedua jangan sampai ketahuan”, demikian ditegaskan Robert Delson, salah-seorang anggota Liga yang menjadi pengacara di Park Avenue, dan menjadi penasehat hukum bagi Indonesia di Amerika.

Robert Delson selalu menemani dan membawa Soemitro Djojohadikusumo dan Soedjatmoko dari kota yang satu ke kota yang lainnya, dan memperkenalkannya kepada kolega-koleganya di American for Democratic Action (ADA) –sebuah institusi kumpulan orang-orang Amerika untuk Aksi-aksi Demokratis, dan pemimpin-pemimpin tinggi buruh yang anti-komunis.

Mereka juga bergerak di kalangan anggota-anggota dari Lembaga Urusan Luar Negeri, Council of Foreign Relations atau CFR (suatu badan yang dibiayai yayasan), yaitu suatu badan yang sangat berpengaruh dalam merumuskan politik Amerika.

Tinggalkan komentar